Akhirnya aku tiba di hotel Sofyan Betawi. Sekali lagi aku mendapatkan kejutan, ternyata begitu masuk lift tidak ada lantai 5. What the hell is this???
Dengan ragu-ragu aku menekan lantai 4. Begitu tiba di lantai 4, aku celingak-celinguk sampai akhirnya kulihat ada anak panah yang mengarahkanku untuk naik ke tangga di samping lift. Ternyata kamar2 yang awalnya 5 itu ada di lantai special tanpa lift.
Aku mengetuk kamar 535, dan beberapa detik kemudian seorang gadis berjilbab membukakan pintu. Bersama-sama kami berteriak heboh….. Itulah si sinting Isna.
Setelah mengobrol sejenak kami bersama-sama pergi dengan menumpang bajaj (again) menuju Sabang di mana studio foto berada. Kali ini aku menjadi penunjuk jalan, karena aku sudah membuat foto di situ sehari sebelumnya. Si fotografernya pun masih ingat ketika melihatku. Dia mengatakan bahwa aku terlalu serius ketika difotonya kemarin. Ya iyalaahh… secara gitu lho aku foto untuk visa Amerika.
Pada saat mau difoto terjadi keributan karena Isna dan Ade sama-sama mengenakan jilbab. Menurut peraturan, di foto mereka bisa tetap mengenakan jilbab, dengan syarat kuping, dahi dan leher harus kelihatan. Mereka dianjurkan untuk memakai dalaman jilbab. Berhubung mereka sama-sama tidak punya dalaman jilbab, akhirnya diputuskan bahwa mereka akan berfoto tanpa jilbab. Di sinilah tragedi dimulai.
Aku ikut masuk ke ruangan foto untuk membantu mereka menyiapkan diri, dan Isna… mendapatkan giliran pertama. Aku sudah hendak membantunya ketika aku ternganga melihat dia tanpa jilbab. Ya ampun, Gusti!!! Rambutnya ikal, dipotong pendek persis anak punk!!! Akhirnya setelah sekian lama berteman dengannya (belum lama banget kaleee….), aku mengetahui alasannya kenapa dia memakai jilbab, yaitu untuk menutupi rambutnya huahahaha….
Isna tanpa jilbab benar-benar terlihat seperti preman, dan itu masih juga ditambah dengan anting sebelah waaaddaaaoooowww…. Saat itulah secara resmi kami melantik Isna menjadi PREMAN MAKASSAR!!!
Sambil menunggu foto dicetak, kami menikmati makan siang (bagiku itu makan siang kedua) di salah satu restaurant, di seberang studio foto. Begitu kembali, kami sudah bisa melihat hasil pasfoto yang membuat kami terpingkal-pingkal karena di foto itu, Isna terlihat seperti preman insaf.
Sisa sore itu kami habiskan dengan jalan-jalan ke Pasar Festival, Kuningan. Si Preman ingin membeli novel berbahasa Inggris di toko buku bekas yang menjadi favoritku. Lumayan, sebelum ke Amerika harus banyak-banyak belajar bahasa Inggris.
Good luck untuk Isna dan Ade. Untunglah Isna mengikuti interview visa dengan kembali mengenakan jilbab, karena jika tidak, mungkin security di US Embassy tidak akan mengizinkannya masuk, takut nanti dia membuat keributan hahaha….
Lid….mbok ya aku diceritain yang manis-manisnya, yang baik-baiknya. aku tadi sudah menduga kalo kamu bakal cerita ketemu teman dari makassar yang sangat baik dan tidak sombong. ealah…kok diceritanya yang ancur gitu…
but neper mind..thats me !!
Ampun, boss!!! Nanti gw ceritain yang bagus deh…